Kartini-Kartini Yang
Baru
karya : rahel putri S.
“Kartini? Ya ibuku
lah…” begitu jawaban singkat dan tegas dari Devrina salah satu mahasiswa AB
Polibatam saat kami tanya mengenai siapakah
Kartini menurutnya. Jawaban ini tepat seperti yang kami harapkan, yaitu bahwa
Kartini memang dekat dengan kehidupan perempuan. Sosok pelopor kebangkitan dari
semangat jiwa-jiwa kaum perempuan. Dimana setiap perjuangannya di masa lalu
akan selalu memberi dampak positif secara langsung maupun tidak.
Tetapi benarkah di masa
sekarang Kartini masih memberi peran?
Tentu saja jawabannya “Masih”. Lebih dari pada itu, di masa sekarang
justru telah muncul Kartini-Kartini yang baru. Sejak masa perjuangannya tahun
90-an perempuan semakin menunjukkan eksistensinya baik di dunia pendidikan
sampai pemerintahan yang dulunya sangat tabu dan terlarang bagi kaum hawa.
Sebagai contohnya Megawati Sukarno Putri mampu mencapai titik tertinggi dalam
meningkatkan eksistensi perempuan yaitu sebagai presiden RI pertama perempuan.
Bukan hanya itu, saat ini juga telah banyak perempuan yang diangkat sebagai
menteri, bupati, walikota dan pejabat pemerintahan lainnya.
Hal ini menunjukkan
bahwa di masa sekarang perempuan memang sudah diakui kesetaraannya dengan
laki-laki. Mereka boleh menempuh pendidikan setinggi-tingginya, boleh memilih
profesi apapun yang mereka inginkan dan bahkan bebas memilih jalan hidupnya
tanpa kekangan adat sekuat tradisi Jawa di masa Ibu Kartini.
Lalu apa yang
seharusnya perempuan lakukan dengan kondisi sebaik ini? Bersyukur saja tidak
cukup. Perempuan harus mengerjakan sesuatu yang lebih, harus memanfaatkan
setiap hasil perjuangan Ibu Kartini dengan sebaik-baiknya. Jika ditinjau dari awal, perjuangan seorang
wanita, keinginan akan kesetaraan hak, kebebasan dari tekanan adat, itu
semualah yang dapat menggambarkan Kartini dan perjuangannya. Dan sekarang semua
itu terwujud, kesetaraan hak sudah tercapai demikian juga dengan kebebasan.
Namun, janganlah semua ini dijadikan
alibi oleh kaum perempuan untuk bertindak melebihi kodratnya atau malah menodai
perjuangan Kartini dengan menyalah artikan kata “Kebebasan kaum perempuan”. Melainkan
perempuan harus cerdas dalam menggunakan kebebasannya, harus tetap menjaga
harkat dan martabatnya bukan malah memanfaatkan kebebasan untuk menjual kehormatannya
seperti yang sering kita dengar dengan istilah prostitusi atau perilaku tidak
terhormat lainnya.
Untuk setiap perempuan “Jadilah legenda,
jadilah Kartini-Kartini yang baru” yang bukan hanya menonton perubahan namun
turut membuat perubahan. Karena
perempuan tidak dilahirkan hanya untuk macak-masak-manak
yang selalu disemboyangkan orang Jawa yang berarti
berdandan-memasak-melahirkan. Tetapi seperti Ibu Kartini, perempuan juga harus
berkarya untuk negerinya. Dan menurut kami, sungguh perlu bagi kita untuk
melihat kembali perjuangan para pahlawan nasional, seperti juga melihat
perjuangan Ibu Kartini di masa lalu untuk dapat menemukan kembali semangat
perjuangan itu. Agar kita tidak hidup dengan bermalas-malasan dan membuat hidup
kita sia-sia.